Minggu, 12 November 2017

Sejarah Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia

      Indonesia, negara dengan penduduk terbanyak ke-5 di dunia tidak dapat dipungkiri tidak lepas dari sejarah yang pernah membuat Indonesia menjadi negara berbentuk Republik seperti saat ini. Dalam UUD 1945 Pasal 1 Ayat 1 dinyatakan, bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Hal itu tidak lepas dari perkembangan sistem ketatanegaraan yang pernah dilewati oleh Indonesia sejak dulu.

     Sejarah perkembangan ketatanegaraan perlu dipelajari, karena dari sejarah itulah kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan ketatanegaraan. Dengan pemahaman dan pengetahuan mengenai sejarah itulah kita mempunyai dasar yang kuat untuk menata sistem ketatanegaraan yang lebih baik, guna kehidupan berbangsa dan bernegara lebih baik di Indonesia ini.

       Secara garis besar sejarah perkembangan ketatanegaraan di Indonesia dapat dibagi menjadi empat periode:

1) Periode 17 Agustus 1945 - 27 Desember 1949

2) Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950

3) Periode 17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959

4) Periode 05 Juli 1959 – sampai sekarang

  1. Periode 17 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
       Pada awal terbentuknya negara Indonesia, konstitusi/UUD yang berlaku adalah UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut UUD 1945, yang berdaulat itu adalah rakyat dan dilakukan oleh MPR, sebagaimana yang ditentukan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945. Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan dibantu wakil presiden dan menteri-menterinya. 

   Serta menurut UUD 1945, disamping MPR, Presiden dan DPR yang menyelenggarakan pemerintahan juga terdapat lembaga-lembaga negara, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), DPA dan MA.

       Perubahan dalam praktek ketatanegaraan

      Disadari oleh anggota PPKI, bahwa untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana yang ditentukan oleh UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sekaligus dalam waktu sesingkat-sesingkatnya. Oleh karena itu diperlukan masa-masa peralihan, maka Ir. Soekarno membuka sidang untuk membahas hal ini. Dari sidang tersebut, mereka menetapkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta sebagai presiden dan wakil presiden RI secara aklamasi atas usul Otto Iskandardinata. 

      Serta untuk pertama kali dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dipilih dan ditunjuk berjumlah 135 orang. Kabinet pertama bila dilihat dari pertanggungjawabannya para menterinya bertanggungjawab pada presiden. Kabinetnya adalah kabinet presidentiil, sebagaimana yang diinginkan oleh UUD 1945. Kemudian, tidak lebih dari satu setengah bulan berlakunya UUD 1945 terjadilah perubahan ketatanegaraan dengan keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. 

     Dengan keluarnya maklumat itu, kekuasaan KNIP yang semula menjadi pembantu presiden (Pasal 4 Aturan Peralihan) berubah menjadi MPR dan DPR sekaligus, tanpa melalui perubahan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 37 UUD 1945.

      Dasar Hukum

    Maka timbul pertanyaan, apa dasar hukum dari perubahan tersebut? Para ahli HTN berbeda pendapat. Ada yang menyebutkan dasar hukumnya adalah konvensi dan ada pula memberikan dasar hukum dengan alasan bahwa maklumat tersebut kekuasaannya sama dengan undang-undang. (Joeniarto, 1982 : 55)

      2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950

      Dengan direbutnya wilayah Indonesia oleh Jepang dengan berat hati Belanda terpaksa keluar dari bumi Indonesia. Hal ini tidak disukainya, karena Belanda pada saat itu telah merasakan mendapatkan keuntungan yang banyak dari Indonesia. Selanjutnya, dengan kalahnya Jepang dari Pihak sekutu, Jepang terpaksa menyerahkan wilayah jajahannya. Kesempatan ini digunakan Belanda untuk merebut kembali bekas wilayah jajahannya, Sementara dipihak lain Indoensia sudah bertekad untuk mempertahankan kemerdekannya dengan segala daya dan upaya. 

      Melihat tekad bangsa Indonesia itu, maka Belanda berfikir bahwa tidak mungkin lagi mendirikan negara Hindia Belanda seperti dulu. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan Belanda adalah memecah belah Bangsa Indonesia dan membentuk negara-negara/daerah-daerah kecil yang bersifat kedaerahan. Upaya disebut dilakukan untuk mengurangi kedaulatan negara Indonesia. 

      Selanjutnya oleh bangsa Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan dengan bentuk negara kesatuan bertekad mempertahankannya dengan segala kekurangan dan situasi yang tidak menguntungkan menerima ajakan Belanda itu, sehingga terbentuklah negara Indonesia Timur, Madura, Sumatera Selatan, Pasundan, dan lain-lain.

      Puncak dari segala perselisihan yang di sutradarai oleh Belanda itu ialah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diikuti oleh Indonesia, B.F.O (Byeen Komst voor Federal Overleg) dan Nederland yang menghasilkan bahwa Indonesia adalah negara Serikat, Penyerahan Kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS), Serta didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda. 

      Sistem Pemerintahan Negara Menurut KRIS 1949

    Menurut Pasal 1 Ayat 2 KRIS 1949 “Kekuasaan kedaulatan Frase Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.” Ketiga lembaga ini memegang kedaulatan untuk membentuk undang-undang mengenai negara-negara bagian ini. Selanjutnya, pemerintah menurut KRIS adalah presiden dan seseorang atau beberapa menteri. Didalam penyelenggaraan pemerintahan negara, presiden tidak dapat diganggu gugat. Yang bertanggung jawab untuk kebijaksanaan pemerintahan adalah di tangan menteri-menteri.

     Dilihat dari segi tanggung jawab menteri-menteri diatas dapat disimpulkan bahwa KRIS menganut system pemerintahan Parlementer, yakni menteri-meteri baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).

      Dalam prakteknya, KRIS belum berjalan efektif, karena lembaga-lembaga negara belum dibentuk sesuai dengan konstitusi, seperti DPR dipilih melalui pemilu berdasarkan pasal 111 KRIS 1949.

      3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

      Sistem Kenegaraan berdasarkan KRIS 1949 tidak berumur panjang, dikarenakan isi konstitusi itu sendiri tidak mengakar dari kehendak rakyat dan bukan pula keputusan politik dari rakyat sendiri. Dikarenakan banyaknya negara bagian yang mulai menyatukan diri, Keadaan tersebut jelas akan mengurangi kewibawaan pemerintahan negara serikat. 

     Maka dari itu, untuk mengatasi keadaan demikian diadakanlah musyawarah antara Pemerintah Indonesia Serikat dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Dalam kesepakatan itu mencapai suatu kesepakatan bahwa negara kesatuan sebagai jelmaan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Proklamasi17 Agustus 1945 dan untuk itu memberlakukan UUD Sementara.

      Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUDS 1950

  Pemerintahan negara menurut UUDS 1950 adalah system parlementer. Eksekutif dipertanggungjawabkan oleh menteri-menteri baik secara bersama maupun sendiri. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat. Sebagai imbangannya dari pertanggung jawaban menteri-menteri, kepada DPR apabila pemerintah berpendapat, bahwa DPR tidak lagi representatif, maka presiden berhak membubarkan DPR. 

      4. Periode 5 Juli 1959 Sampai Keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966

   Semenjak terbentuknya negara kesatuan yang diatur dalam UUDS 1950 dengan system pemerintahan parlementer yang terkenal pula dengan zaman pemerintahan partai-partai. Dibicarakan pula tentang pemilihan umum (pemilu) berdasarkan UU No. 7 Tahun 1953 tentang pemilihan anggota konstituante dan anggota DPR. Berdasarkan UU diatas, maka dibentuklah anggota konstituante yang bertujuan untuk menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUD ini.

    Akan tetapi, setelah bersidang kurang dari 2,4 tahun ternyata badan konstituante belum dapat menghasilkan suatu rancangan UUD sebagaimana ditentukan oleh Pasal 134 UUDS 1950. Maka dari itu, keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisikan Pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan Penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD 1945, serta pembubaran MPRS. 

      Namun, walaupun semenjak Dekrit 5 Juli 1959 dinyatakan kembali, ternyata belum memperoleh pelaksanaan menurut jiwa dan bunyi ketentuan-ketentuan seperti dalam UUD 1945. Demikian pula lembaga-lembaga negara dibentuk hanya bersifat sementara. Puncak dari penyimpangan-penyimpangan itu adalah meletusnya G 30 S PKI yang anti Pancasila.

     Selanjutnya dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan kita lahirlah Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang berbunyi :

I. Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen UUD 1945.

II. Pembubaran PKI.

III. Penurunan harga barang.


     Surat Perintah 11 Maret 1966

      Dikeluarkannya Surat Pemerintah 11 Maret 1966 kepada Letjen Soeharto Menteri/Panglima Angkatan Darat pada tanggal 11 Maret 1966. Tindak lanjut dari Supersemar ini ialah pada tanggal 12 Maret 1966 melalui Keputusan No. 1/3/1966 dibubarkanlah PKI termasuk bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah beserta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung dibawahnya.


      Kesimpulan

Setelah melalui fase-fase diatas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia telah mengalami sejarah mengenai perkembangan ketatanegaraan yang cukup panjang yang diawali dengan berlakunya Umdamg-Undang Dasar 1945, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950, hingga kembali lagi ke UUD 1945. Kita perlu memahami serta mengetahui sejarah perkembangan ketatanegaraan ini agar kita dapat mengetahui serta mengambil negatif dan positif dari perubahan-perubahan ini untuk ketatanegaraan Indonesia yang lebih baik kedepannya.

    Sumber : 

Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : PT RINEKA CIPTA



Rizki Amaliah

020112811621222

Hukum Konstitusi kelas A