Sabtu, 25 Oktober 2014

Kabut

Entah kenapa ia merasa kecewa. Ia merasa ia dikhianati. Ia tiba-tiba merasa jatuh cinta, namun ia dikhianati oleh apa yang ia cintai itu. 

Anna hanya bisa memandang kabut dari kaca mobil yang membawanya pergi ke sekolah. Ia menghela nafas mengeluh. Itu bukanlah kabut karena udara dingin. Melainkan kabut karena pembakaran lahan oleh manusia. Ia membenci kabut. Entah kenapa ia membenci kabut. Ia akhirnya tahu kenapa ia membenci kabut. Karena kabut lah adiknya Reza, sesak nafas dan hari ini harus kerumah sakit untuk diperiksa. Ia membenci kabut. Karena kabut lah ia harus selalu menggunakan masker kemana-mana. Ia sih, sebenarnya tidak terlalu jengkel karena masker. Bukan juga adiknya yang kena sesak nafas. Tapi satu hal. Ia tidak dapat melihat senja yang baru saja ia cintai.

Disaat ia baru saja mencintai senja, kabut datang seolah ingin merebut wilayah senja. Disaat dia ingin menikmati senja, hanyalah kabut yang terlihat. Ia sangat membenci kabut. Ia rindu akan senja. Rindu akan warna langit yang oranye kemerahan yang indah. Namun ia sadar, ia bukanlah sang maha pencipta yang berhak mengatur seluruh permukaan bumi ini. Ia tidak boleh mencaci-maki apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Boleh jadi, kabut ini merupakan anugerah baginya seperti dalam QS Al-Baqarah : 216. Entahlah, hanya Allah yang tau.

Palembang, 25 Oktober 2014. 20:23 PM
- Rizki Amaliah